Nilai tukar USD terhadap JPY telah mengalami fluktuasi besar dalam satu tahun terakhir, dari mendekati 160 di awal tahun hingga menyentuh 140.876 pada bulan April, kemudian kembali menguat dan menembus 157, mencatat level terendah dalam 34 tahun. Di balik fluktuasi tak menentu dari kenaikan Yen, sebenarnya tersembunyi apa logika pasar yang mendasarinya? Artikel ini akan membawa Anda mendalami faktor pendorong utama pergerakan Yen serta peluang investasi di tahun 2026.
Perubahan Kebijakan Bank Sentral Jepang: Dari Longgar ke Ketat
Untuk memahami volatilitas Yen akhir-akhir ini, perlu menelusuri jalur kebijakan Bank of Japan (BOJ) selama dua tahun terakhir.
19 Maret 2024, BOJ mengumumkan berakhirnya era suku bunga negatif yang berlangsung selama 17 tahun, menaikkan suku bunga kebijakan dari -0.1% menjadi dalam kisaran 0 sampai 0.1%. Ini merupakan titik balik psikologis yang penting, namun reaksi pasar cenderung datar, dan Yen malah melemah karena perbedaan suku bunga AS-Jepang yang semakin melebar.
31 Juli 2024, BOJ kembali menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin menjadi 0.25%, kenaikan yang melebihi ekspektasi memicu penutupan besar-besaran posisi arbitrase Yen di seluruh dunia, menyebabkan indeks saham Nikkei 225 turun hingga 12.4% pada bulan tersebut.
24 Januari 2025, BOJ melakukan penyesuaian kebijakan paling agresif dalam beberapa tahun terakhir, menaikkan suku bunga secara langsung ke 0.5%, mencatat kenaikan terbesar tunggal sejak 2007. Langkah ini menandai berakhirnya era kebijakan moneter sangat longgar dari BOJ, dan dalam waktu singkat mendorong USD/JPY turun dari sekitar 158 ke 150.
Namun, sejak kenaikan suku bunga di Januari hingga akhir Oktober, dalam enam rapat kebijakan, BOJ tidak mengambil langkah lanjutan, dan suku bunga acuan tetap di level rendah 0.5%, menyebabkan Yen kembali menghadapi tekanan depresiasi.
Perluasan Spread Suku Bunga AS-Jepang dan Siklus Kapital Keluar yang Berbahaya
Faktor utama yang mendorong melemahnya Yen adalah perluasan terus-menerus spread suku bunga AS-Jepang. Setelah Federal Reserve mulai mengetatkan kebijakan moneter pasca 2021, selisih suku bunga antara AS dan Jepang semakin melebar. Perbedaan ini menarik banyak investor meminjam Yen dengan suku bunga rendah dan berinvestasi di obligasi AS serta aset berpenghasilan tinggi lainnya, membentuk volume arbitrase Yen yang besar.
Dalam masa ekonomi global yang membaik, permintaan arbitrase ini semakin meningkat, memperberat tekanan keluar modal. Hingga April tahun ini, USD/JPY sempat berbalik dan menguat didorong ekspektasi Federal Reserve akan menurunkan suku bunga. Tetapi sejak Mei, dengan ketahanan ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan, langkah penurunan suku bunga Fed melambat, dan Yen kembali mengalami siklus depresiasi, bahkan menembus level 157.
Intervensi Kebijakan dan Perubahan Konsensus Pasar
Perlu dicatat bahwa pemerintah Jepang semakin keras memberi sinyal peringatan terhadap kondisi nilai tukar saat ini. Menteri Keuangan Jepang baru-baru ini menegaskan dampak negatif dari pelemahan Yen yang terus berlangsung, dan memperingatkan bahwa pasar telah menunjukkan “volatilitas satu arah dan cepat” yang tidak normal. Ini adalah intervensi resmi paling tegas sejak September 2022 terkait isu nilai tukar.
Sementara itu, pasar mulai membentuk konsensus baru: level nilai tukar saat ini mungkin sudah oversold. Dengan adanya ancaman intervensi resmi, sinyal kebijakan hawkish dari BOJ, dan pelemahan dolar AS yang berlangsung, pola penguatan Yen jangka menengah telah mulai terbentuk secara fundamental.
Prediksi Pergerakan Nilai Tukar 2026: Bagaimana Pandangan Institusi?
Analisis terbaru dari Morgan Stanley menyatakan bahwa, seiring tanda-tanda perlambatan ekonomi AS semakin nyata, jika Federal Reserve mulai menurunkan suku bunga secara berkelanjutan, nilai tukar Yen terhadap dolar AS berpotensi menguat sekitar 10% dalam beberapa bulan ke depan. Bank ini menilai bahwa nilai tukar USD/JPY saat ini sudah menyimpang cukup jauh dari nilai wajarnya.
Menurut prediksi Morgan Stanley, seiring penurunan imbal hasil obligasi AS yang mendorong nilai wajarnya kembali, deviasi ini diperkirakan akan diperbaiki pada kuartal pertama 2026. Pada saat itu, USD/JPY kemungkinan besar akan mengalami penurunan signifikan, dan diperkirakan akan menemukan support di sekitar 140.
Namun, laporan ini juga memperingatkan risiko: jika ekonomi AS pulih di pertengahan 2026 dan kembali memicu permintaan arbitrase, Yen tetap berpotensi menghadapi tekanan depresiasi baru.
Variabel Kunci yang Mempengaruhi Pergerakan Yen di Masa Depan
Inflasi adalah indikator utama yang harus diamati. Saat ini, tingkat inflasi Jepang masih relatif lebih rendah dibandingkan negara maju lainnya, membatasi ruang BOJ untuk menaikkan suku bunga lebih jauh. Jika inflasi terus melandai, bank sentral akan kekurangan motivasi untuk melakukan pengetatan, dan potensi penguatan Yen pun akan berkurang.
Data pertumbuhan ekonomi Jepang juga sangat penting. Jika data seperti GDP dan PMI manufaktur terus membaik, ini akan memberi ruang kebijakan lebih besar bagi BOJ dan mendukung penguatan Yen; sebaliknya, jika data melemah, Yen akan tertekan.
Kebijakan Federal Reserve adalah faktor utama yang menentukan kekuatan dolar AS. Jika Fed mempercepat penurunan suku bunga, spread suku bunga AS-Jepang akan menyempit, mendukung Yen; sebaliknya, jika tidak, Yen akan tetap tertekan.
Selain itu, risiko geopolitik juga tidak boleh diabaikan. Yen secara historis berfungsi sebagai aset safe haven; saat ketegangan internasional meningkat, pasar cenderung membeli Yen untuk lindung nilai, yang bisa menjadi kekuatan penopang Yen.
Analisis Teknikal dan Strategi Jangka Pendek
Dari sudut pandang teknikal, USD/JPY dalam jangka pendek masih berpotensi menguat, tetapi level resistensi utama berada di sekitar 156.70. Jika intervensi pasar oleh otoritas Jepang terjadi atau rapat BOJ Desember mengonfirmasi ekspektasi kenaikan suku bunga, harga akan berpotensi jatuh tajam, dengan target di bawah 150 bahkan lebih rendah.
Strategi utama saat ini adalah “jual saat rally”, yang dalam kerangka manajemen risiko yang relatif konservatif tetap layak dilakukan.
Penutup
Meskipun dalam jangka pendek spread suku bunga AS-Jepang terus melebar dan kebijakan BOJ yang lambat berbalik arah membuat Yen sulit menguat secara cepat, logika jangka panjang mulai semakin jelas: Yen akan kembali ke level yang seharusnya dan mengakhiri siklus depresiasi yang berlangsung ini.
Potensi kenaikan Yen sangat bergantung pada keberanian BOJ dalam mengambil keputusan dan kinerja ekonomi AS yang sebenarnya. Bagi investor yang berencana berwisata atau berbelanja di Jepang, disarankan melakukan pembelian secara bertahap; sementara bagi trader profesional, harus menyesuaikan dengan toleransi risiko dan melakukan pengelolaan risiko serta pengelolaan dana secara matang.
Dalam segala kondisi, mengikuti sinyal kebijakan bank sentral, data ekonomi, dan situasi internasional secara ketat adalah fondasi untuk membuat keputusan yang tepat.
Lihat Asli
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Apa arah kurs Yen Jepang? Strategi Penempatan Investasi 2026【Mengupas Faktor Pendorong di Balik Fluktuasi Besar Yen Jepang】
Nilai tukar USD terhadap JPY telah mengalami fluktuasi besar dalam satu tahun terakhir, dari mendekati 160 di awal tahun hingga menyentuh 140.876 pada bulan April, kemudian kembali menguat dan menembus 157, mencatat level terendah dalam 34 tahun. Di balik fluktuasi tak menentu dari kenaikan Yen, sebenarnya tersembunyi apa logika pasar yang mendasarinya? Artikel ini akan membawa Anda mendalami faktor pendorong utama pergerakan Yen serta peluang investasi di tahun 2026.
Perubahan Kebijakan Bank Sentral Jepang: Dari Longgar ke Ketat
Untuk memahami volatilitas Yen akhir-akhir ini, perlu menelusuri jalur kebijakan Bank of Japan (BOJ) selama dua tahun terakhir.
19 Maret 2024, BOJ mengumumkan berakhirnya era suku bunga negatif yang berlangsung selama 17 tahun, menaikkan suku bunga kebijakan dari -0.1% menjadi dalam kisaran 0 sampai 0.1%. Ini merupakan titik balik psikologis yang penting, namun reaksi pasar cenderung datar, dan Yen malah melemah karena perbedaan suku bunga AS-Jepang yang semakin melebar.
31 Juli 2024, BOJ kembali menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin menjadi 0.25%, kenaikan yang melebihi ekspektasi memicu penutupan besar-besaran posisi arbitrase Yen di seluruh dunia, menyebabkan indeks saham Nikkei 225 turun hingga 12.4% pada bulan tersebut.
24 Januari 2025, BOJ melakukan penyesuaian kebijakan paling agresif dalam beberapa tahun terakhir, menaikkan suku bunga secara langsung ke 0.5%, mencatat kenaikan terbesar tunggal sejak 2007. Langkah ini menandai berakhirnya era kebijakan moneter sangat longgar dari BOJ, dan dalam waktu singkat mendorong USD/JPY turun dari sekitar 158 ke 150.
Namun, sejak kenaikan suku bunga di Januari hingga akhir Oktober, dalam enam rapat kebijakan, BOJ tidak mengambil langkah lanjutan, dan suku bunga acuan tetap di level rendah 0.5%, menyebabkan Yen kembali menghadapi tekanan depresiasi.
Perluasan Spread Suku Bunga AS-Jepang dan Siklus Kapital Keluar yang Berbahaya
Faktor utama yang mendorong melemahnya Yen adalah perluasan terus-menerus spread suku bunga AS-Jepang. Setelah Federal Reserve mulai mengetatkan kebijakan moneter pasca 2021, selisih suku bunga antara AS dan Jepang semakin melebar. Perbedaan ini menarik banyak investor meminjam Yen dengan suku bunga rendah dan berinvestasi di obligasi AS serta aset berpenghasilan tinggi lainnya, membentuk volume arbitrase Yen yang besar.
Dalam masa ekonomi global yang membaik, permintaan arbitrase ini semakin meningkat, memperberat tekanan keluar modal. Hingga April tahun ini, USD/JPY sempat berbalik dan menguat didorong ekspektasi Federal Reserve akan menurunkan suku bunga. Tetapi sejak Mei, dengan ketahanan ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan, langkah penurunan suku bunga Fed melambat, dan Yen kembali mengalami siklus depresiasi, bahkan menembus level 157.
Intervensi Kebijakan dan Perubahan Konsensus Pasar
Perlu dicatat bahwa pemerintah Jepang semakin keras memberi sinyal peringatan terhadap kondisi nilai tukar saat ini. Menteri Keuangan Jepang baru-baru ini menegaskan dampak negatif dari pelemahan Yen yang terus berlangsung, dan memperingatkan bahwa pasar telah menunjukkan “volatilitas satu arah dan cepat” yang tidak normal. Ini adalah intervensi resmi paling tegas sejak September 2022 terkait isu nilai tukar.
Sementara itu, pasar mulai membentuk konsensus baru: level nilai tukar saat ini mungkin sudah oversold. Dengan adanya ancaman intervensi resmi, sinyal kebijakan hawkish dari BOJ, dan pelemahan dolar AS yang berlangsung, pola penguatan Yen jangka menengah telah mulai terbentuk secara fundamental.
Prediksi Pergerakan Nilai Tukar 2026: Bagaimana Pandangan Institusi?
Analisis terbaru dari Morgan Stanley menyatakan bahwa, seiring tanda-tanda perlambatan ekonomi AS semakin nyata, jika Federal Reserve mulai menurunkan suku bunga secara berkelanjutan, nilai tukar Yen terhadap dolar AS berpotensi menguat sekitar 10% dalam beberapa bulan ke depan. Bank ini menilai bahwa nilai tukar USD/JPY saat ini sudah menyimpang cukup jauh dari nilai wajarnya.
Menurut prediksi Morgan Stanley, seiring penurunan imbal hasil obligasi AS yang mendorong nilai wajarnya kembali, deviasi ini diperkirakan akan diperbaiki pada kuartal pertama 2026. Pada saat itu, USD/JPY kemungkinan besar akan mengalami penurunan signifikan, dan diperkirakan akan menemukan support di sekitar 140.
Namun, laporan ini juga memperingatkan risiko: jika ekonomi AS pulih di pertengahan 2026 dan kembali memicu permintaan arbitrase, Yen tetap berpotensi menghadapi tekanan depresiasi baru.
Variabel Kunci yang Mempengaruhi Pergerakan Yen di Masa Depan
Inflasi adalah indikator utama yang harus diamati. Saat ini, tingkat inflasi Jepang masih relatif lebih rendah dibandingkan negara maju lainnya, membatasi ruang BOJ untuk menaikkan suku bunga lebih jauh. Jika inflasi terus melandai, bank sentral akan kekurangan motivasi untuk melakukan pengetatan, dan potensi penguatan Yen pun akan berkurang.
Data pertumbuhan ekonomi Jepang juga sangat penting. Jika data seperti GDP dan PMI manufaktur terus membaik, ini akan memberi ruang kebijakan lebih besar bagi BOJ dan mendukung penguatan Yen; sebaliknya, jika data melemah, Yen akan tertekan.
Kebijakan Federal Reserve adalah faktor utama yang menentukan kekuatan dolar AS. Jika Fed mempercepat penurunan suku bunga, spread suku bunga AS-Jepang akan menyempit, mendukung Yen; sebaliknya, jika tidak, Yen akan tetap tertekan.
Selain itu, risiko geopolitik juga tidak boleh diabaikan. Yen secara historis berfungsi sebagai aset safe haven; saat ketegangan internasional meningkat, pasar cenderung membeli Yen untuk lindung nilai, yang bisa menjadi kekuatan penopang Yen.
Analisis Teknikal dan Strategi Jangka Pendek
Dari sudut pandang teknikal, USD/JPY dalam jangka pendek masih berpotensi menguat, tetapi level resistensi utama berada di sekitar 156.70. Jika intervensi pasar oleh otoritas Jepang terjadi atau rapat BOJ Desember mengonfirmasi ekspektasi kenaikan suku bunga, harga akan berpotensi jatuh tajam, dengan target di bawah 150 bahkan lebih rendah.
Strategi utama saat ini adalah “jual saat rally”, yang dalam kerangka manajemen risiko yang relatif konservatif tetap layak dilakukan.
Penutup
Meskipun dalam jangka pendek spread suku bunga AS-Jepang terus melebar dan kebijakan BOJ yang lambat berbalik arah membuat Yen sulit menguat secara cepat, logika jangka panjang mulai semakin jelas: Yen akan kembali ke level yang seharusnya dan mengakhiri siklus depresiasi yang berlangsung ini.
Potensi kenaikan Yen sangat bergantung pada keberanian BOJ dalam mengambil keputusan dan kinerja ekonomi AS yang sebenarnya. Bagi investor yang berencana berwisata atau berbelanja di Jepang, disarankan melakukan pembelian secara bertahap; sementara bagi trader profesional, harus menyesuaikan dengan toleransi risiko dan melakukan pengelolaan risiko serta pengelolaan dana secara matang.
Dalam segala kondisi, mengikuti sinyal kebijakan bank sentral, data ekonomi, dan situasi internasional secara ketat adalah fondasi untuk membuat keputusan yang tepat.